Yoshiro Sada, Direktur Green Faith Jepang, menambahkan bahwa Jepang dan Indonesia memiliki sejarah panjang. Jepang, melalui pendanaannya di PLTU Indramayu, menjadi sorotan dalam dialog ini. Menurut Yoshiro, pihaknya ingin mempelajari lebih lanjut dampak dari penggunaan energi kotor di Indonesia dan bagaimana Jepang dapat mengambil langkah lebih tegas dalam mendukung transisi energi berkelanjutan.
“Kami bertanggung jawab atas investasi di Indonesia. Kami akan membawa informasi ini ke masyarakat Jepang dan parlemen untuk mendorong kebijakan yang lebih hijau,” tegas Yoshiro.
PLTU Indramayu menjadi salah satu topik yang paling dibahas dalam pertemuan ini. Kehadiran PLTU tersebut, yang masih mengandalkan batubara sebagai sumber energi utama, dinilai bertentangan dengan upaya transisi energi. Warga lokal di sekitar PLTU juga dikabarkan mengalami dampak negatif akibat aktivitas tersebut. Komunitas lintas agama dari Jepang yang hadir dalam kunjungan ini berharap dapat mengadvokasi penutupan PLTU ini demi mendukung energi terbarukan yang lebih bersih dan aman bagi lingkungan.
Luckmi Purwandari, Kepala Pusat Pengembangan Generasi LHK Kementerian Lingkungan Hidup, mengakui, masalah utama yang saat ini dihadapi oleh seluruh manusia adalah perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran dari sampah dan limbah.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, dalam hal ini KLHK. Salah satunya yakni upaya kultural untuk mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan melalui pendekatan generasi muda.
Lucki mengapresiasi acara dialog lintas agama yang diselenggarakan oleh GreenFaith Indonesia, sekaligus mengharapkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat untuk mendukung program pemerintah menuju zero emisi pada 2060.
Baca Juga: Chery Siap Revolusi Kendaraan Listrik dengan Baterai Solid-State, Jarak Tempuh Hingga 1.500 Km!
Kolaborasi Lintas Agama Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Hijau
Prof. Syafiq dari Muhammadiyah, Ketua PP Muhammadiyah, Bidang Hubungan dan Kerjasama Internasional dalam sesi diskusi dengan menyatakan bahwa semua agama menghendaki keselamatan manusia, alam, dan lingkungan. Namun, tantangan terbesar datang dari perilaku manusia yang justru merusak lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin agama untuk meningkatkan kesadaran dan menggerakkan komunitas mereka untuk mengambil tindakan nyata dalam menyelamatkan lingkungan.
“Agama harus menjadi kekuatan nyata, bukan hanya potensi. Kita memiliki tugas mulia untuk menyelamatkan bumi, dan lintas agama bisa menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan itu,” kata Prof Syafiq.
Sementara itu, Pardjono, perwakilan dari kelompok agama Buddha, menyoroti bagaimana nilai-nilai spiritual Jawa dalam agama Buddha selaras dengan konsep harmoni alam semesta.
“Jika kita mampu merawat diri, maka kita harus bisa merawat alam semesta. Ini adalah tanggung jawab spiritual kita untuk menjaga lingkungan hidup,” katanya.
Dari komunitas Hindu, Pinandita Astono juga mengapresiasi dialog lintas agama ini dan menegaskan bahwa konsep Tri Hita Karana—yang mencakup hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan—sejalan dengan misi Greenfaith dalam menjaga kelestarian alam.
Artikel Terkait
Sehari Bersama GFI, Pemimpin Lintas Iman Asah Skill Hadapi Wawancara Media
Hening Parlan Ungkap Kolaborasi STFT Jakarta dan GreenFaith, Misi Menggerakkan Kampus Hijau Demi Keadilan Iklim
Desakan 20 Ormas ke Jokowi, Sulawesi Terancam Polusi, Tindak Lanjut Perpres 112/2022 Sebelum Semua Terlambat
Mengurangi Emisi dari Katedral, Jalan Panjang Gereja Gereja di Inggris Menuju Nol Karbon
Tragedi Tumpahan Minyak di Teluk Guanabara, Nelayan Menjerit, Green Faith Bersuara