Tanpa protes berarti, Badan Anggaran DPR menyetujui penggunaan SAL, untuk mengurangi surat utang membiayai APBN ke depan.
Wakil Ketua Badan Anggaran Wihadi Wiyanto mengatakan, penggunaan SAL tidak menjadi masalah selama digunakan untuk menekan defisit, terutama di tengah gejolak pasar global saat ini.
Apalagi, penerbitan utang tidak bisa terus diperbesar.
Baca Juga: Dituntut 15 Tahun Penjara, Pelaku Penembakan Siswa SMK Negeri 4 Semarang
Meski begitu, ia menekankan pentingnya menggenjot penerimaan negara agar tercukupinya APBN 2025 di sisa waktu yang ada.
Langkah strategis atau risiko baru?
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menjelaskan, menaikkan defisit APBN merupakan langkah pemerintah untuk melindungi daya beli masyarakat.
Kebijakan ini dirancang agar perekonomian domestik lebih tahan terhadap tekanan eksternal, seperti volatilitas pasar keuangan, risiko stagflasi, dan ketegangan geopolitik yang makin kompleks.
Namun Josua mengingatkan bahwa penambahan defisit bukan tanpa risiko.
Josua mengatakan, "Defisit yang berkepanjangan berisiko menambah beban utang negara, dan menimbulkan tekanan terhadap keberlanjutan fiskal, terutama jika pemulihan penerimaan pajak tidak berjalan optimal."
Josua menjelaskan bahwa penambahan defisit bisa mempengaruhi persepsi investor terhadap risiko fiskal Indonesia, khususnya di tengah tren suku bunga global yang tinggi dan potensi keluarnya aliran modal asing.***