Tak hanya itu, isu perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan juga menjadi sorotan dalam pertemuan.
BRICS menegaskan komitmennya untuk mendorong pembangunan yang adil dan inklusif, serta penguatan kerja sama dalam bidang sosial dan budaya.
Airlangga menegaskan, pembangunan manusia harus menjadi prioritas agar pertumbuhan ekonomi yang diraih benar-benar berdampak luas ke seluruh lapisan masyarakat.
Keikutsertaan Indonesia juga memperkuat posisi BRICS secara ekonomi.
Sebelum diperluas, kelompok ini mencakup sekitar 34% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.
Namun setelah perluasan keanggotaan, termasuk bergabungnya Indonesia, BRICS kini mewakili 40% PDB global dan mencakup 56% dari total populasi dunia.
Menariknya, secara purchasing power parity, kekuatan ekonomi BRICS bahkan telah melampaui G7 yang selama ini mendominasi peta kekuatan dunia.
Ini yang membuat Trump mulai terlihat khawatir.
Dengan kekuatan ekonomi yang makin solid dan dukungan dari negara-negara Global South, BRICS kini dianggap sebagai penantang serius bagi hegemoni Barat.
Baca Juga: Dewan Ekonomi Nasional Siap Duduk Satu Meja Bersama BPS, Angka Kemiskinan Siap Dirombak
Airlangga menyebut BRICS bisa menjadi suara bagi negara-negara berkembang dalam forum internasional, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti konflik, krisis pangan, dan perubahan iklim.
Langkah Indonesia bergabung dengan BRICS juga menjadi bukti nyata bahwa pemerintah tengah menggeser arah kebijakan luar negeri ke poros yang lebih strategis dan berimbang.
Dengan potensi pasar yang besar, sumber daya yang melimpah, dan posisi geopolitik yang strategis, Indonesia berpeluang besar mengambil peran sentral dalam dinamika dunia yang sedang berubah.
Kini, semua mata tertuju pada bagaimana Indonesia akan memainkan perannya di BRICS.