Kedua, penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok.
Perry juga menyebutkan bahwa kemungkinan retaliasi dari negara-negara lain terhadap kebijakan AS akan ikut menentukan arah pertumbuhan ekonomi ke depan.
Meski begitu, BI optimistis bahwa kondisi domestik masih cukup kuat untuk menopang pertumbuhan.
Selama kuartal pertama 2025, konsumsi rumah tangga menunjukkan sinyal positif.
Peningkatan ini didorong oleh keyakinan konsumen yang tetap tinggi, stabilitas pendapatan, serta peran stimulus fiskal seperti tunjangan hari raya (THR), bantuan sosial, dan insentif selama periode Lebaran.
Investasi juga menunjukkan tren positif, terutama di sektor nonbangunan.
Hal ini terlihat dari lonjakan impor barang modal, khususnya alat berat yang dibutuhkan untuk kegiatan industri dan konstruksi.
Dari sisi ekspor, sektor nonmigas mencatat pertumbuhan yang menjanjikan, khususnya untuk produk manufaktur seperti mesin, besi, dan baja yang banyak dikirim ke negara-negara ASEAN.
Dengan pendekatan bauran kebijakan yang lebih adaptif dan berbasis data, Bank Indonesia menunjukkan kesiapannya menghadapi tantangan global secara strategis dan terukur.
Langkah-langkah ini tak hanya bertujuan menjaga momentum pemulihan, tetapi juga memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak global yang mungkin berkepanjangan.
Baca Juga: Efek Tarif Impor AS Bikin Panas! Ekspor Anjlok, PHK Masal Makin Jadi di Pabrik-Pabrik Indonesia
Di tengah tekanan eksternal, sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan transformasi digital menjadi kunci utama dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan begitu, Indonesia diharapkan tetap mampu menjaga daya saing dan menjaga stabilitas di tengah tekanan dari luar negeri.***