HUKAMANEWS - Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) terpaksa melakukan trading halt setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam.Keputusan ini bukanlah langkah yang diambil secara tiba-tiba, melainkan sudah diatur dalam peraturan bursa sebagai bagian dari sistem perlindungan pasar.
Trading halt diberlakukan agar perdagangan tidak semakin anjlok akibat kepanikan, sekaligus memberikan waktu bagi investor untuk mencerna situasi dan mengambil keputusan dengan lebih rasional.Mekanisme trading halt bukan hanya diterapkan di Indonesia, tetapi juga di banyak bursa saham di dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea Selatan.
Fungsinya sama, yaitu sebagai rem otomatis untuk menghindari jatuhnya indeks secara berlebihan dalam waktu singkat.Sejarah menunjukkan bahwa pasar saham cenderung bereaksi secara emosional terhadap berita buruk, sehingga mekanisme ini membantu menenangkan situasi dan mencegah aksi jual yang lebih besar.
Dalam sistem perdagangan di Indonesia, trading halt dipicu oleh beberapa kondisi. Jika IHSG mengalami penurunan lebih dari 5 persen dalam satu sesi perdagangan, maka bursa akan menghentikan perdagangan selama 30 menit.
Jika setelah perdagangan dibuka kembali IHSG masih mengalami penurunan lebih dari 10 persen, maka perdagangan akan dihentikan kembali selama 30 menit.
Jika koreksi terus berlanjut hingga lebih dari 15 persen, maka perdagangan dapat dihentikan hingga akhir sesi atau bahkan diperpanjang ke hari berikutnya dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca Juga: Ekspresi Luapan Kegembiraan Peserta SNBP 2025 yang Lolos Masuk PTN Ramai Diposting Netizen
Dalam kasus terbaru, IHSG mengalami koreksi lebih dari 6 persen dalam satu hari, yang langsung memicu mekanisme trading halt selama 30 menit.Kejadian ini menarik perhatian banyak investor, terutama bagi mereka yang baru pertama kali mengalami situasi ini.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman menyampaikan bahwa volatilitas IHSG lebih disebabkan oleh berbagai faktor dari tingkat global.
Menurutnya, kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap negara mitra dagangnya telah menyebabkan dampak negatif ke berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dari sisi eksternal ini memang tekanan cenderung berasal dari ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi, kebijakan moneter ketat yang diterapkan bank sentral utama dunia, serta kondisi geopolitik yang bergejolak.
Namun, tekanan besar juga datang dari faktor domestik, terutama serangkaian kebijakan ekonomi yang dianggap kontroversial oleh pasar.Investor domestik dan asing semakin khawatir terhadap stabilitas ekonomi Indonesia setelah sejumlah keputusan yang mempengaruhi sektor keuangan dan perbankan.