Shutdown Pertama dalam 7 Tahun: Politik Buntu, Ekonomi Tertahan
Shutdown pemerintah AS kali ini terjadi setelah Senat gagal menyetujui rancangan pengeluaran jangka pendek yang seharusnya menjaga operasional pemerintah hingga 21 November. Akibatnya, sebagian besar lembaga pemerintah berhenti beroperasi.
Ini adalah shutdown pertama dalam hampir tujuh tahun, mencerminkan kebuntuan politik antara Kongres dan Gedung Putih.
Kondisi tersebut berpotensi menghambat kinerja ekonomi AS, menunda publikasi data penting, dan pada akhirnya memperbesar risiko perlambatan ekonomi global.
Baca Juga: Ketika Finansial dan Spiritual Menyatu dalam Genggaman, Sebuah Pengalaman Inspiratif Bersama BSya
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, ketidakpastian ini bisa memunculkan dua sisi mata uang: rupiah berpotensi menguat jika dolar terus melemah, tetapi volatilitas pasar juga bisa meningkat jika investor global mencari aset safe haven seperti emas.
Wall Street Menguat, Investor Lirik Saham Kesehatan dan Teknologi
Meski dolar tergelincir, bursa saham AS justru mencatat penguatan. Dow Jones Industrial Average naik 43,21 poin atau 0,09 persen menjadi 46.441,10. S&P 500 menguat 22,74 poin atau 0,34 persen, sementara Nasdaq Composite melesat 95,15 poin atau 0,42 persen ke 22.755,16.
Kenaikan ini didorong lonjakan saham-saham besar, seperti Merck & Company Inc yang naik 7,38 persen, Nike Inc yang terbang 6,48 persen, serta Lithium Americas Corp yang melesat 23,3 persen.
Di New York Stock Exchange, jumlah saham yang naik hampir dua kali lipat lebih banyak dibanding yang turun, dengan rasio 1,92 banding 1. Volume perdagangan juga tercatat tinggi, mencapai 19,79 miliar lembar saham.
Imbas ke Indonesia: Sentimen Rupiah dan IHSG
Bagi Indonesia, dinamika ini perlu dicermati secara serius. Ketika dolar melemah, rupiah biasanya mendapatkan angin segar. Namun investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga akan tetap waspada terhadap volatilitas global.
Sejumlah analis lokal memperkirakan, IHSG bisa menguat terbatas jika capital inflow asing masuk ke pasar saham Indonesia. Namun, ketidakpastian politik di AS bisa memicu aksi wait and see, terutama bagi investor jangka pendek.
Dengan kondisi ini, Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan lebih berhati-hati dalam mengelola stabilitas rupiah. Investor domestik juga disarankan untuk tetap memantau arah kebijakan The Fed dan potensi dampaknya terhadap pasar Asia.
Artikel Terkait
Hasil Retret Ala Prabowo Pejabat Cuma Bisa Bikin Statement Gaduh dan Bodoh, Termasuk Saat Pejabat OJK Ganti Istilah Pinjol Jadi Pindar
Pikir - Pikir Dulu Tarik Pajak di Sektor Online, Rojali Rohana Juga Marak Bertebaran di E-commerce
Danantara Siapkan Skema Bereskan Beban Utang Whoosh di KAI
QRIS, Inklusi Keuangan untuk UMKM di Tengah Ancaman Keamanan Digital
Airlangga Tanggapi Isu PHK Gudang Garam, Modernisasi Industri Jadi Sorotan