Prabowo memiliki peluang besar untuk mencatat sejarah sebagai pemimpin yang berkeadilan sosial. Namun langkah awalnya harus menunjukkan keberpihakan yang tegas kepada rakyat Indonesia terlebih dahulu. Tangan yang terulur ke luar negeri akan lebih bermakna bila tangan yang sama juga cepat menolong dusun-dusun miskin di pelosok negeri.
Empati adalah cermin kemanusiaan. Tapi empati yang tidak dimulai dari rumah sendiri adalah empati yang rapuh. Rakyat tidak butuh pidato megah soal solidaritas global, jika untuk membeli beras saja mereka harus memilih antara makan atau membayar uang sekolah anak.
Membantu Palestina adalah panggilan nurani. Namun memastikan perut anak-anak Indonesia tak kosong adalah amanat konstitusi. Di tengah dunia yang penuh konflik, Indonesia memang dituntut tampil sebagai kekuatan moral. Tapi kekuatan itu hanya bisa kokoh, bila berpijak di atas keadilan dalam negeri.
Jika tidak, kemanusiaan akan terjerumus menjadi panggung politik, dan empati hanya tinggal retorika diplomatik yang kehilangan makna.***