Digitalisasi yang disebutkan Presiden Prabowo bisa menjadi alat bantu yang efektif, namun tetap bergantung pada integritas manusianya. Teknologi tidak akan banyak membantu jika lembaga penegak hukum masih bisa ditekan atau dipolitisasi, atau jika pejabat publik masih merasa tak tersentuh hukum.
Langkah awal pemerintah mesti dimulai dari penegakan hukum yang adil dan tegas. KPK, Kejaksaan, dan kepolisian harus bekerja dalam koridor independensi, bebas dari intervensi politik. Selain itu, transparansi harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan dana publik. Setiap rupiah yang berasal dari rakyat, semestinya kembali ke rakyat dalam bentuk pelayanan yang layak.
Kepemimpinan sejati diukur dari keberanian mengambil keputusan yang mungkin tak populer, tetapi benar. Dalam hal ini, kesediaan Presiden Prabowo untuk memutus jejaring korupsi, bahkan jika itu menyangkut lingkaran terdekatnya, akan menjadi ujian terbesar pemerintahannya.
Kemiskinan dan korupsi bukan takdir. Mereka adalah hasil dari kebijakan yang salah dan tata kelola yang lemah. Jika komitmen antikorupsi ditegakkan tanpa kompromi, dan program pengentasan kemiskinan dijalankan dengan pendekatan yang partisipatif dan berbasis bukti, maka harapan rakyat akan Indonesia yang adil dan sejahtera bisa menjadi kenyataan. Jika tidak, maka kita hanya akan berjalan dalam lingkaran, mengulang kegagalan masa lalu yang tak kunjung usai.***