Skeptis publik terhadap komitmen pemerintahan Prabowo dalam pemberantasan korupsi bukan tanpa alasan. Kabinet yang dipenuhi figur bermasalah serta absennya langkah tegas dalam dua bulan masa pemerintahan menjadi bukti awal bahwa retorika antikorupsi belum diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Bagaimanapun, pidato dan kebijakan Prabowo perlu dibarengi dengan tindakan konkret.
Masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia ditentukan oleh sikap kekuasaan yang rendah hati, tegas dan tidak pandang bulu dalam bertindak, serta tidak mengumbar janji. Sikap perilaku elite yang angkuh dan sombong, tidak mendengar aspirasi rakyat adalah awal dari gagalnya merumuskan sistem yang kuat untuk memberantas korupsi.
Sikap tegas kekuasaan terhadap koruptor akan mempercepat proses Indonesia menjadi Negara Maju. KPK dan Kejaksaan Agung RI harus mulai serius melakukan pengawasan terhadap sikap perilaku elite yang angkuh dan sombong dalam mendengar aspirasi rakyat, patut diduga bahwa perilaku elite politik seperti itu memiliki kecenderungan korup.
Prabowo Subianto memiliki kesempatan untuk mengubah narasi. Namun, tanpa keberanian dan konsistensi, pemberantasan korupsi akan terus menjadi sekadar omong kosong. Sebab, korupsi di Indonesia bukan hanya soal individu, melainkan masalah sistemik yang menuntut reformasi mendasar. Tanpa langkah nyata, lingkaran setan antara uang dan kekuasaan akan terus memengaruhi wajah politik Indonesia.
Akhirnya, kita hanya bisa berharap Prabowo benar-benar memahami beratnya tanggung jawab yang ia emban. Sebab, jika tidak, diprediksi dalam waktu kurang dari lima tahun, legitimasi kepemimpinannya bisa terancam oleh dinamika politik yang ia biarkan tumbuh liar. Indonesia butuh pemimpin yang berani, tegas, dan berpihak pada rakyat – bukan sekadar pidato kosong di podium internasional.***