Belajar dari Negara Lain
Indonesia tidak sendirian dalam menghadapi tantangan ini. Namun, sejumlah negara telah menunjukkan bahwa korupsi dapat diberantas dengan komitmen kuat dan langkah sistematis.
Singapura merupakan contoh nyata bagaimana negara kecil dapat membangun sistem yang hampir bebas korupsi. Dengan menerapkan kebijakan gaji tinggi bagi pejabat publik, pengawasan ketat, dan hukuman berat bagi pelanggar, Singapura berhasil membangun pemerintahan yang transparan. Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), lembaga antikorupsi negara itu, memiliki wewenang luas untuk menyelidiki bahkan pejabat tertinggi sekalipun.
Di Afrika, Rwanda menjadi inspirasi. Di bawah kepemimpinan Paul Kagame, negara ini menerapkan reformasi besar-besaran di sektor publik. Transparency International menempatkan Rwanda sebagai salah satu negara paling bersih di benua Afrika. Pemerintahnya memanfaatkan teknologi untuk meminimalkan interaksi langsung antara warga dan birokrasi, sehingga mengurangi potensi korupsi.
Denmark dan Selandia Baru secara konsisten menduduki peringkat atas dalam Indeks Persepsi Korupsi. Budaya integritas dan transparansi menjadi norma yang dijaga ketat oleh masyarakat dan pemerintah. Kebijakan bebas akses informasi publik, pengawasan ketat terhadap pengadaan barang dan jasa, serta edukasi antikorupsi sejak dini menjadi pilar penting keberhasilan mereka.
Indonesia Butuh Aksi Nyata
Semua warga negara sama di hadapan hukum, tetapi tidak di hadapan penegak hukum. Perkembangan penegakkan hukum khususnya pemberantasan korupsi masih diwarnai motif/kekuasaan politik. Harusnya hukum bertindak tanpa dipengaruhi oleh motif dan kekuasaan politis. Siapapun yang bersalah harus ditindak tegas tanpa pertimbangan politis apapun. Keberanian untuk memberantas korupsi harus dimulai dari sekarang dan tidak boleh tebang pilih. Indonesia bermartabat maka Indonesia siap menjadi Negara maju.
Karena itu, momentum Hari Antikorupsi Sedunia harus menjadi momen bagi pemerintah untuk merefleksikan dan mengambil tindakan nyata. Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang baru memimpin, memikul harapan besar untuk membawa perubahan nyata dalam pemberantasan korupsi. Tak cukup hanya berbicara tentang visi antikorupsi, tetapi langkah-langkah konkret, termasuk sanksi tegas bagi para pembantunya yang tidak transparan, harus segera diwujudkan.
Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara tersebut di atas. Langkah pertama adalah memperkuat lembaga antikorupsi seperti KPK agar bebas dari intervensi politik dan memiliki wewenang penuh dalam menindak korupsi, bahkan jika melibatkan pejabat tinggi sekalipun. Kedua, reformasi sistem birokrasi harus menjadi prioritas untuk menutup peluang korupsi di berbagai lini. Digitalisasi proses pemerintahan, seperti yang dilakukan di Rwanda, dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan transparansi.
Selain itu, edukasi antikorupsi harus menjadi agenda utama, terutama bagi generasi muda. Korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah budaya yang memerlukan perubahan pola pikir masyarakat. Upaya ini harus didukung dengan keteladanan dari para pemimpin dan pejabat publik.
Baca Juga: Aguan Bongkar Rahasia IKN, Proyek Jokowi yang Ternyata Hanya Pencitraan, Apa Fakta di Baliknya?
Korupsi bukanlah takdir, melainkan penyakit yang bisa disembuhkan dengan komitmen, keberanian, dan reformasi sistematis. Indonesia memiliki kesempatan untuk mengikuti jejak negara-negara sukses dalam pemberantasan korupsi. Jika elite politik dan pemerintah benar-benar berkomitmen, korupsi dapat diberantas, dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah bisa dipulihkan.
Hari Antikorupsi Sedunia adalah seruan untuk bertindak, bukan sekadar mengingat. Jangan biarkan momen ini berlalu tanpa perubahan nyata. Saatnya kita bersatu, menuntut komitmen dan aksi tegas demi masa depan Indonesia yang bersih dan berintegritas.***