Baca Juga: Main Domino Bareng Azis Wellang, Menteri Karding Ikuti Jejak Raja Juli Lakukan Klarifikasi
Pada akhirnya, keadilan fiskal bukan sekadar urusan angka dalam APBN. Ia adalah soal martabat demokrasi. Demokrasi akan kehilangan jiwa bila pejabat terus mempertahankan privilese yang menjauhkan diri dari rakyat.
Momen krisis hari ini seharusnya menjadi titik balik. Jika pejabat berani memangkas hak istimewa mereka sendiri, bukan hanya rakyat yang akan merasa terobati, tetapi juga demokrasi akan kembali bernyawa. Luka rakyat hanya bisa sembuh dengan keberanian elite mereformasi dirinya.
Sebab, demokrasi sejati lahir bukan dari janji, melainkan dari kesediaan pejabat merasakan hal yang sama dengan rakyat: sama membayar pajak, sama menanggung beban hidup, dan sama tunduk pada hukum.***
Artikel Terkait
Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Ketika Jalan Pintas Kekuasaan Menelikung Etika Hukum
Mafia Skincare, Kosmetik Ilegal, dan Wajah Kusam Penegakan Hukum di Indonesia
Sudewo dan Cermin Retak Empati Pejabat Publik di Era Prabowo
Membaca Wajah 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Antara Euforia Kekuasaan, Elitisme, dan Antiklimaks Reformasi
Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia