HUKAMANEWS – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi di institusi militer adalah langkah positif yang memberikan harapan baru bagi Indonesia. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk menerapkan strategi yang matang, sistem hukum yang tegas, dan keberanian untuk bertindak tanpa pandang bulu.
Pengamat hukum dan politik Dr. Pieter C. Zulkifli, SH., MH., dalam catatan analisis politiknya menyebut keputusan MK ini juga menjadi ujian penting bagi Presiden Prabowo Subianto dalam masa 100 hari pemerintahannya. Di sisi lain, dengan koalisi politik yang tidak sepenuhnya solid, Prabowo harus cerdik dalam mengelola dinamika kekuasaan.
Berikut ini catatan lengkapnya:
***
LANGKAH besar telah diambil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023. Keputusan ini mempertegas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani kasus korupsi di institusi militer. Sebuah keputusan yang layak diapresiasi, karena menjadi titik penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Gugatan yang dikemukakan oleh advokat Gugum Ridho Putra ini menyoroti frasa “mengkoordinasikan dan mengendalikan” dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. MK menilai, frasa tersebut harus dimaknai lebih luas agar memberikan kewenangan penuh kepada KPK untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer, terutama jika penyelidikan dimulai oleh KPK. Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa aturan ini bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai dalam kerangka kewenangan penuh bagi KPK.
Baca Juga: Ribuan Massa Hadiri Reuni 212 di Monas, Usung Tema Revolusi Akhlak dan Dukungan untuk Palestina
Dengan keputusan ini, KPK tidak lagi mewajibkan penyerahan kasus korupsi yang melibatkan oknum militer kepada Oditurat Peradilan Militer. Sebaliknya, KPK memiliki hak penuh untuk menangani kasus tersebut hingga tuntas, selama proses penegakan hukumnya dimulai oleh lembaga anti-rasuah ini.
Selama ini terdapat celah hukum yang membuat KPK terlihat ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Misalnya, kejadian korupsi Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum.
Dalam konteks ini, keputusan MK memberikan kepercayaan diri yang lebih besar bagi KPK. Dengan dasar hukum yang kuat, KPK kini memiliki pijakan untuk menangani perkara yang melibatkan institusi militer tanpa harus khawatir dengan tarik-menarik yang diumumkan.
Hal ini penting untuk menghindari konflik kepentingan yang sering terjadi ketika militer menangani kasus korupsi di tubuhnya sendiri. Karena, korupsi di tubuh militer kerap kali dibayangi oleh kultur tertutup, hierarki yang kaku, dan ketergantungan pada sistem internal.
"Jeruk makan jeruk" adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan situasi ini, yang berpotensi melemahkan upaya penegakan hukum secara objektif dan transparan.
Tantangan bagi Pemerintahan Prabowo
Artikel Terkait
RUU Perampasan Aset: Perdebatan Diksi, Hambatan Pengesahan, dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi
Membaca Kompleksitas Diplomasi Indonesia dan China, Perlu Langkah Bijak Prabowo Agar Tidak Terjebak Permainan Geopolitik Beijing
Kontradiksi PPN 12 Persen dan Janji Prabowo Makmurkan Rakyat Indonesia
Tantangan Independensi Pimpinan Baru KPK di Tengah Kepercayaan Publik Memudar dan Pergeseran Lanskap Pemberantasan Korupsi
Paradoks Rencana Kenaikan PPN 12 Persen VS Obral Ampunan Pendosa Pajak
Negara Tidak Akan Pernah Maju Jika Tidak Bijaksana dan Adil Terhadap Kepentingan Rakyat: Sebuah Refleksi atas Kondisi Aktual Indonesia