HUKAMANEWS - Kasus limbah B3 kembali menjadi sorotan setelah Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas PT AJP Gas dalam perkara pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
Putusan kasasi Mahkamah Agung ini menegaskan bahwa kelalaian pengelolaan limbah B3 bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan lingkungan yang berdampak nyata bagi manusia dan ekosistem.
Melalui Putusan Nomor 9114 K Pid Sus LH 2025, MA menjatuhkan denda Rp1,5 miliar serta pidana tambahan berupa kewajiban pemulihan lingkungan kepada korporasi tersebut.
Putusan ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia bergerak ke arah yang lebih tegas dan berorientasi pada pemulihan, bukan hanya penghukuman.
Vonis Bebas Dibatalkan, MA Ambil Alih Penilaian Fakta
Mahkamah Agung secara tegas menyatakan pengadilan tingkat pertama telah keliru menerapkan hukum dalam perkara limbah B3 PT AJP Gas.
Majelis Hakim Kasasi menilai Judex Facti tidak mempertimbangkan secara utuh fakta hukum serta alat bukti yang relevan untuk menilai kesalahan terdakwa.
Dalam pertimbangan putusannya, MA menyebut terdakwa terbukti menghasilkan limbah B3 berupa residu karbit dari proses produksi gas asetilen, namun tidak melakukan pengelolaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Limbah tersebut justru ditempatkan dan dibuang di area terbuka lingkungan perusahaan tanpa izin yang sah.
Kesalahan penerapan hukum inilah yang menjadi dasar MA membatalkan vonis bebas dan mengadili perkara tersebut secara mandiri di tingkat kasasi.
Fakta Limbah B3 yang Diabaikan Sejak Bertahun-Tahun
Berdasarkan fakta persidangan, persoalan limbah B3 PT AJP Gas bukan terjadi secara insidental.
Sejak 2016, perusahaan telah menghasilkan limbah karbit residu dalam jumlah besar tanpa sistem pengelolaan yang memadai.