Sejumlah penelitian akademik menunjukkan bahwa politisasi aparat penegak hukum kerap terjadi menjelang momentum elektoral, konflik kepentingan bisnis, atau kasus-kasus yang melibatkan elite kekuasaan.
Mahfud MD menilai bahwa ketika Polri terlalu dekat dengan kekuasaan politik, independensi penegakan hukum menjadi taruhannya.
Dalam kondisi tersebut, hukum berpotensi digunakan sebagai alat tawar-menawar politik, bukan sebagai instrumen keadilan.
Dampaknya bukan hanya pada kualitas demokrasi, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap negara.
Pengalaman Mahfud sebagai mantan Ketua MK memberi bobot khusus pada kritik ini.
Ia memahami bagaimana relasi antara hukum dan politik seharusnya dijaga dalam batas yang sehat.
Menurut Mahfud, politik memang tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari negara hukum, tetapi intervensi politik dalam proses penegakan hukum adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan.
Kepemimpinan Polri dan Efek Domino ke Bawah
Dalam organisasi hierarkis seperti Polri, teladan pimpinan memiliki efek domino yang sangat kuat.
Mahfud menekankan bahwa integritas pimpinan akan menentukan perilaku aparat di level bawah.
Ketika pimpinan bersih, transparan, dan berani menolak intervensi politik, maka budaya profesionalisme akan mengalir secara natural.
Sebaliknya, jika pimpinan kompromistis terhadap kepentingan politik atau bisnis, penyimpangan akan dianggap sebagai hal wajar.
Pandangan ini sejalan dengan teori kepemimpinan institusional yang banyak dikaji dalam ilmu administrasi publik.
Kepemimpinan bukan hanya soal kewenangan formal, tetapi juga soal legitimasi moral.