- Rp1,56 triliun dari program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek
- 44,05 juta dolar AS atau setara Rp621,39 miliar dari pengadaan Chrome Device Management yang dinilai tidak diperlukan
Jaksa menilai pengadaan CDM tidak memberikan manfaat nyata bagi sekolah dan tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
Angka ini menjadikan kasus Chromebook sebagai salah satu perkara korupsi sektor pendidikan dengan nilai kerugian terbesar dalam satu dekade terakhir.
Pengadaan Chromebook Dinilai Menyalahi Prinsip Dasar
Dalam uraian dakwaan, jaksa menjelaskan berbagai pelanggaran yang diduga dilakukan para terdakwa bersama Nadiem dan mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan .
Beberapa pelanggaran utama meliputi:
- Pengadaan laptop Chromebook tanpa perencanaan matang
- Tidak adanya evaluasi harga yang memadai
- Ketiadaan referensi harga pembanding
- Pelaksanaan pengadaan melalui e-Katalog dan SIPLah tanpa kajian kebutuhan
Menurut jaksa, praktik tersebut bertentangan dengan prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah yang mengedepankan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.
Dimensi Kebijakan Publik dan Dampak ke Sekolah
Di luar aspek hukum, perkara Chromebook juga memunculkan kritik terhadap desain kebijakan digitalisasi pendidikan.
Berbagai laporan lapangan menunjukkan banyak sekolah kesulitan menggunakan Chromebook akibat keterbatasan infrastruktur internet, kesiapan guru, hingga ekosistem aplikasi.
Dalam perspektif kebijakan publik, kondisi ini memperkuat argumen bahwa transformasi digital tidak bisa dipaksakan tanpa kesiapan sistemik , apalagi jika bernilai triliunan rupiah.
Kasus ini pun menjadi pengingat bahwa inovasi teknologi di sektor pendidikan harus berangkat dari kebutuhan peserta didik, bukan dari kepentingan vendor atau agenda korporasi.
Ancaman Hukuman dan Pasal yang Dikenakan