HUKAMANEWS - Kasus korupsi di Lampung Tengah kembali menyita perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap dugaan aliran dana Rp5,75 miliar kepada Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya.
Temuan dana yang diduga bersumber dari fee proyek ini memunculkan sorotan baru mengenai praktik politik biaya tinggi dan risiko penyalahgunaan kekuasaan sejak awal masa jabatan.
Informasi tersebut menjadi perhatian karena sebagian besar uang diduga dipakai untuk melunasi pinjaman kampanye Pilkada 2024.
KPK menyampaikan bahwa uang tersebut tidak hanya berasal dari pengondisian pengadaan barang dan jasa, tetapi juga diduga bersumber dari perusahaan rekanan yang memiliki hubungan dengan tim pemenangan Pilkada.
Baca Juga: Mobil MBG Tabrak Siswa di SDN 01 Kalibaru, Sopir Ditangkap, Polisi Selidiki Dugaan Kelalaian
Rangkaian peristiwa ini membuat publik mempertanyakan integritas birokrasi daerah. Skandal Lampung Tengah kini menjadi contoh nyata bagaimana aliran dana politik dapat memengaruhi tata kelola pemerintahan.
Pada saat yang sama, penetapan tersangka terhadap lima orang sekaligus menunjukkan bahwa jejaring dugaan korupsi melibatkan aktor politik, keluarga kepala daerah, hingga pihak swasta. Hal ini memperkuat urgensi reformasi belanja publik agar tidak dikooptasi oleh kepentingan politik.
KPK memaparkan bahwa total uang yang diterima Ardito Wijaya mencapai sekitar Rp5,75 miliar.
Berdasarkan keterangan Pelaksana Harian Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, dana tersebut berasal dari komitmen fee 15–20 persen dari proyek pengadaan barang dan jasa selama Februari hingga November 2025.
Pola dugaan korupsi terjadi melalui pengondisian pemenang proyek dengan menunjuk langsung perusahaan milik keluarga dan tim pemenangan Pilkada 2024.
Dari total aliran dana Rp5,75 miliar, sekitar Rp5,25 miliar diduga digunakan untuk melunasi pinjaman bank terkait kebutuhan kampanye Pilkada 2024.
Sementara Rp500 juta lainnya merupakan fee proyek dari PT Elkaka Putra Mandiri (PT EM) setelah perusahaan tersebut memenangkan tiga paket pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Lampung Tengah dengan nilai proyek mencapai Rp3,15 miliar.
Dana Rp500 juta tersebut diberikan oleh Direktur PT EM, Mohamad Lukman Sjamsuri, melalui perantara Anton Wibowo.
KPK juga menyebut bahwa metode pengondisian proyek telah berjalan terstruktur. Perusahaan yang menang diduga memiliki hubungan langsung dengan tim sukses atau keluarga bupati.