HUKAMANEWS - Ketegangan internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali memuncak setelah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya memastikan tidak akan menghadiri rapat pleno yang digelar Syuriyah PBNU di Jakarta, Selasa malam, 9 Desember 2025.
Kabar penolakan kehadiran Gus Yahya dalam agenda pleno Syuriyah PBNU menjadi sorotan publik, terutama karena dikaitkan dengan isu pembahasan pemilihan ketua umum yang dinilai sebagai upaya politis.
Situasi ini memunculkan narasi turbulensi organisasi, di tengah PBNU yang sedang memproses rotasi jabatan penting dan finalisasi draf besar Roadmap NU 2025–2050 untuk arah perjalanan 25 tahun mendatang.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa ia tidak memiliki alasan untuk hadir dalam rapat pleno Syuriyah PBNU yang dipandangnya tidak berada dalam mekanisme organisasi yang sah.
“Ya buat apa, tidak ada konteksnya,” ujar Gus Yahya di kantor PBNU, dikutip dari Antara.
Menurutnya, agenda pleno tersebut tidak lebih dari manuver politik yang bertujuan menjatuhkan dirinya dan menggulirkan wacana percepatan pergantian ketua umum PBNU.
Ia menegaskan posisi hukumnya jelas.
“Itu hanya manuver. Sejak awal saya sudah tegaskan bahwa secara de jure maupun de facto, saya tetap berada dalam kedudukan saya sebagai ketua umum Tanfidziyah PBNU,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pleno tidak memiliki kewenangan memutus pergantian ketua umum karena hal tersebut hanya dapat dilakukan melalui Muktamar, sesuai AD/ART PBNU.
“Muktamar harus diselenggarakan bersama oleh rais aam dan ketua umum. Tidak ada alternatif lain. Kalau tidak, ya tidak akan pernah ada muktamar,” katanya.
PBNU: Mengalami Turbulensi, Tetapi Roda Organisasi Tetap Berjalan
Sumber internal PBNU menyebut bahwa sejak dua bulan terakhir dinamika organisasi meningkat setelah muncul perbedaan sikap antara Tanfidziyah dan Syuriyah.
Meski begitu, PBNU memastikan agenda strategis tetap berjalan, termasuk: