HUKAMANEWS - Penyelidikan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan memasuki babak baru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dasar aturan yang memungkinkan agen TKA mewakili perusahaan dalam proses administrasi tersebut.
Langkah KPK menggali celah regulasi menjadi sorotan publik karena dinilai membuka ruang negosiasi gelap terkait layanan perizinan tenaga kerja asing yang nilainya strategis bagi dunia usaha.
Penggalian aturan ini menjadi kunci dalam membongkar dugaan praktek pemerasan berjamaah yang diperkirakan berlangsung lintas periode menteri dan diduga telah berjalan lebih dari satu dekade.
Selain menyasar oknum ASN di Kemenaker, penyidik mencoba memahami jalur formal maupun informal yang memberi legitimasi bagi agen untuk memperoleh akses setara perusahaan dalam mengurus RPTKA.
Baca Juga: Gara-Gara Suap Kasus CPO, Tiga Hakim Akhirnya Divonis 11 Tahun Penjara di Sidang Tipikor
Publik pun mempertanyakan: apakah keberadaan agen TKA adalah solusi administrasi atau justru pintu masuk praktik rente yang sulit tersentuh pengawasan?
Pertanyaan inilah yang kini mulai dibedah seiring kasus terus berkembang.
KPK Periksa Eks Dirjen Binapenta untuk Gali Landasan Regulasi
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pihaknya meminta penjelasan kepada saksi berinisial MH, yang diketahui sebagai Maruli Apul Hasoloan, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker periode 2016–2020.
Dalam pemeriksaan 1 Desember 2025, penyidik fokus menanyakan aturan yang menjadi dasar agen TKA bisa mendapatkan badge identitas khusus dari Kemenaker, sehingga mereka dapat bertindak sebagai wakil perusahaan dalam mengurus RPTKA.
Selain itu, penyidik mendalami prosedur teknis permohonan RPTKA, dokumen apa saja yang menjadi syarat, jalur birokrasi yang ditempuh, serta titik rawan terjadinya permintaan non-formal di luar ketentuan.
Pertanyaan kuncinya, mengapa agen dapat memiliki otoritas administratif yang sedemikian kuat, padahal perizinan RPTKA merupakan hak dan tanggung jawab perusahaan pemohon?
Rangkaian Penahanan dan Temuan Nilai Pemerasan Rp53,7 Miliar
Pada Juni 2025, KPK mengumumkan identitas delapan tersangka pemerasan dalam pengurusan RPTKA. Mereka adalah pegawai Kemenaker: