Ia menegaskan bahwa tidak ada unsur perusakan atau pengrusakan properti, dan apa yang dilakukan warga terjadi karena ketakutan dan kebutuhan mendesak.
BNPB mengakui Tapanuli Tengah dan Sibolga sebagai wilayah terdampak paling parah, dengan akses terputus hingga saat ini.
Situasi Darurat Perlu Pendekatan Manusiawi
Pengamat kebencanaan menilai bahwa tindakan warga harus dilihat dari kacamata survival, bukan kriminalitas.
Dalam situasi ekstrem, masyarakat yang kehilangan akses bantuan bisa menunjukkan perilaku impulsif sebagai bentuk pertahanan hidup.
Sebagian netizen di X (Twitter) juga menyuarakan empati, menyebut bahwa “tidak ada orang waras yang mau menjarah saat bencana, kecuali benar-benar lapar.”
Kasus viral minimarket di Tapteng–Sibolga kembali mengingatkan pentingnya sistem mitigasi dan jalur evakuasi alternatif, terutama di wilayah rawan bencana.
Pemerintah kini mengebut upaya membuka akses dan mempercepat distribusi bantuan agar masyarakat tidak lagi jatuh dalam situasi kelaparan yang berisiko memicu tindakan serupa.
Dalam kondisi darurat seperti ini, empati dan informasi yang akurat menjadi penopang penting agar publik tidak terjebak narasi negatif yang menambah keresahan.***