Rekonsiliasi ini diharapkan tidak hanya bersifat simbolik, tetapi dilakukan secara substantif guna menjaga amanat Muktamar ke-34 NU.
Ajakan ini memperlihatkan pendekatan dewasa dalam menangani konflik internal, sejalan dengan budaya penyelesaian persoalan yang telah lama mengakar dalam tradisi NU.
Dalam kesempatan yang sama, PBNU juga mengimbau seluruh warga Nahdliyin agar tetap tenang.
Masyarakat diminta tidak terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi, terutama mengingat banyaknya narasi liar yang beredar di media sosial.
Imbauan ini penting mengingat pola informasi digital sering kali memicu kesalahpahaman hingga polarisasi antar warga sendiri.
Respons publik di media sosial menunjukkan apresiasi terhadap sikap menyejukkan ini.
Sejumlah netizen menilai langkah Gus Yahya sebagai bentuk kedewasaan organisasi, sementara lainnya berharap proses islah benar-benar terlaksana secara terbuka dan penuh ketulusan.
Dalam konteks demokrasi dan kehidupan sosial keagamaan, respons ini menggambarkan harapan besar terhadap NU sebagai penopang moderasi beragama di Indonesia.
Konteks Lebih Luas: NU di Tengah Dinamika Sosial Politik
Meski tidak disebutkan secara langsung, dinamika PBNU sering kali dikaitkan dengan perubahan lanskap politik nasional menjelang tahun-tahun strategis.
Keterlibatan NU sebagai ormas terbesar dengan puluhan juta basis jamaah membuat setiap gejolak internalnya ikut diperhatikan publik.
Karena itu, sinyal islah dari para kiai sepuh menjadi penting untuk memastikan bahwa organisasi tetap fokus pada khidmah sosial, pendidikan, dan dakwah.
Sejumlah pengamat memandang pertemuan Forum Sesepuh NU sebagai langkah krusial.
Forum tersebut tidak hanya meredam ketegangan, tetapi juga mengirim pesan moral bahwa penyelesaian persoalan organisasi harus kembali pada nilai dasar: musyawarah, tawadhu, dan persatuan.