Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman turut mempertegas bahwa setiap orang yang ditangkap, ditahan, atau diadili tanpa alasan sesuai undang-undang berhak menuntut ganti kerugian atau rehabilitasi.
Aturan-aturan ini menjadi pondasi bahwa rehabilitasi bukan sekadar gestur politik presiden, tetapi amanat hukum yang mengikat.
Penggunaan hak rehabilitasi oleh Presiden Prabowo dalam kasus eks pejabat ASDP memberikan sinyal kuat mengenai pentingnya menjaga integritas hukum.
Di sisi lain, publik berharap langkah ini menjadi preseden agar kasus serupa ditangani dengan transparan, akuntabel, dan berlandaskan prinsip keadilan.
Pemberian rehabilitasi kepada mantan pejabat ASDP ini kembali menunjukkan bahwa negara memiliki instrumen pemulihan yang tegas bagi warga yang mengalami proses hukum tidak sesuai aturan.
Di tengah sorotan publik terhadap penegakan hukum, keputusan presiden memberi ruang bagi terciptanya keadilan yang lebih manusiawi dan beradab.
Ke depan, diskursus mengenai hak rehabilitasi perlu diperluas, bukan hanya sebagai kewenangan presiden tetapi juga sebagai instrumen pemulih kepercayaan publik terhadap hukum.***