“Orang tua murid yang terutama memberikan restu karena mereka juga kan masih takut-takut, jangan-jangan ada kejadian lagi,” katanya.
Situasi ini menggambarkan betapa besar dampak psikologis insiden tersebut, tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi keluarga mereka.
Dalam konteks sekolah negeri besar seperti SMAN 72, persetujuan orang tua merupakan aspek penting sebelum kebijakan pembelajaran luring diberlakukan.
Baca Juga: Langkah Meutya Hafid Gandeng PPATK Berantas Judi Online Makin Diapresiasi, Transaksi Turun 57 Persen
Trauma Siswa SMAN 72 Masih Terasa, Pendampingan Psikolog Terus Berjalan
Sebagian siswa masih mengalami trauma setelah ledakan SMAN 72 Jakarta, meski aktivitas harian tampak perlahan kembali normal.
Tetty menyebut asesmen psikologi masih terus dilakukan oleh beberapa lembaga, termasuk psikolog Angkatan Laut, Dinas PPAPP, Kemensos, Dinas Kesehatan, HIMSI, hingga tim Dikdasmen.
“Dalam proses asesmen masih dilakukan… berbagai pihak memberikan perhatian kepada anak-anak,” katanya.
Secara emosional, beberapa siswa disebut mulai menunjukkan kerinduan pada kegiatan sekolah, tetapi evaluasi resmi terkait kesiapan mental masih menunggu hasil lengkap.
Pendampingan intensif ini dianggap penting mengingat efek kejut sebuah ledakan dapat memengaruhi konsentrasi, rasa aman, hingga keberanian siswa kembali ke lingkungan sekolah.
Pengalaman di beberapa kasus serupa menunjukkan siswa membutuhkan waktu beberapa minggu hingga bulan untuk pulih dari kecemasan pascatrauma.
Baca Juga: Ribuan Penerima Bansos Kena Imbas Judi Online, Rokok Jadi Sorotan Baru Pemerintah
Polisi Tunggu Kondisi Pelaku Membaik, Pemeriksaan Segera Dilakukan
Dalam perkembangan lain, polisi menyampaikan bahwa terduga pelaku yang dikategorikan sebagai anak berkonflik dengan hukum (ABH) telah dipindahkan ke ruang perawatan biasa di RS Polri.
“Kemungkinan dalam waktu dekat kalau kondisinya sudah pulih akan dimintai keterangan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto.