HUKAMANEWS – Rencana redenominasi rupiah kembali mencuat setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memasukkan kebijakan ini ke dalam Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029.
Kebijakan redenominasi, yang kerap disalahpahami sebagai pemotongan nilai uang, kembali menjadi sorotan publik dan memicu diskusi panas di media sosial.
Melalui PMK 70/2025, pemerintah menegaskan bahwa penyederhanaan rupiah ini bukan pengurangan daya beli, melainkan penataan sistem pembayaran agar lebih efisien dan kompetitif.
Wacana redenominasi yang sudah bergulir sejak 2012 kini semakin nyata setelah pemerintah menyiapkan RUU Redenominasi yang ditargetkan rampung pada 2027.
Keputusan ini memancing banyak pertanyaan: Apa arti redenominasi? Kenapa dilakukan sekarang?
Apa dampaknya bagi masyarakat, harga barang, dan gaji? Artikel ini mengulas tuntas dengan konteks lebih lengkap.
Apa Itu Redenominasi Rupiah?
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang dengan menghilangkan beberapa angka nol tanpa mengubah daya beli masyarakat. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1, namun nilai riilnya tetap sama.
Bank Indonesia menegaskan bahwa redenominasi bukan sanering. Dalam sanering, pemerintah memotong nilai uang dan daya beli turun, biasanya karena ekonomi sedang tidak stabil.
Sementara redenominasi dilakukan dalam kondisi ekonomi yang cenderung sehat, stabil, dan terkendali.
Regulasi Baru: PMK 70/2025 dan RUU Redenominasi
Melalui PMK 70/2025, Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan kerangka strategis penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah.
RUU ini masuk sebagai RUU luncuran yang diproyeksikan tuntas pada 2027.