Purbaya menyadari hal itu. Karena itu, ia menyebut sidak bukan sekadar rutinitas, tetapi bentuk tanggung jawab dan taruhan moral terhadap kinerja ekonomi nasional.
“Saya ke lapangan bukan karena enggak ada kerjaan, tapi karena saya bertaruh untuk triwulan ini,” tegasnya.
Publik kini menanti hasil nyata dari gebrakan sang Menkeu. Apakah strategi sidak ini benar-benar bisa mempercepat pertumbuhan dan menambah penerimaan negara, atau hanya menjadi simbol komitmen semata? Waktu yang akan menjawabnya.
Langkah Purbaya menunjukkan bagaimana peran pemimpin teknokratik bisa lebih berdampak bila disertai keberanian menembus batas birokrasi.
Ia tidak sekadar mengandalkan laporan di meja, tapi langsung menyentuh jantung persoalan di lapangan.
Jika strategi sidak ini berhasil, bukan tak mungkin model pengawasan aktif ala Purbaya akan menjadi standar baru bagi kementerian lain.
Transparansi, efisiensi, dan percepatan belanja negara bisa menjadi warisan nyata dari gaya kepemimpinannya.
Di tengah ketidakpastian global, langkah “bertaruh” Purbaya menjadi simbol bahwa optimisme ekonomi Indonesia masih hidup dan sedang diuji langsung di medan nyata.***