“Mungkin kemarin Gubernur Dedi Mulyadi menemukan satu titik di Subang, tapi titik-titik lain juga perlu kita cek,” kata Mufti dengan nada tegas.
Konsumen Harus Dilindungi
BPKN menegaskan posisinya tetap netral dan independen. Namun ketika hak konsumen terancam, lembaga ini tidak akan tinggal diam.
“Kami membela konsumen. Kalau pelaku usaha benar-benar mau memperbaiki diri, kami akan memfasilitasi. Tapi jangan sampai publik dirugikan oleh klaim yang tidak sesuai fakta,” ujar Mufti.
Pernyataan BPKN ini menambah panjang daftar kritik terhadap Aqua.
Sebelumnya, sejumlah pihak termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan lembaga konsumen juga menilai polemik Aqua mencerminkan ironi dalam tata kelola industri air di Indonesia — ketika sumber daya alam publik justru dikomersialisasi dengan narasi “kemurnian alam” yang semu.
Baca Juga: Jalur Macet Total! KA Purwojaya Anjlok Bikin 8 Kereta Batal Jalan, Ini Respons KAI
Aqua Membantah
Dalam pernyataan di laman resminya, Aqua membantah keras tudingan bahwa mereka menggunakan sumur bor biasa. Perusahaan menyebut sumber airnya berasal dari akuifer tertekan di kedalaman 60–140 meter — lapisan air bawah tanah yang memiliki perlindungan alami dari bebatuan kedap air.
Namun, bagi publik dan pengawas konsumen, penjelasan teknis itu belum cukup.
“Apapun istilahnya, yang penting adalah transparansi. Konsumen berhak tahu dari mana asal air yang mereka minum,” tegas Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana, dalam kesempatan terpisah.
Menurut Niti, praktik komunikasi yang tidak transparan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Klaim yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dapat menyesatkan konsumen. Dan di sinilah fungsi BPKN untuk memastikan perusahaan bertanggung jawab,” ujarnya.***