HUKAMANEWS – Mahkamah Konstitusi kembali jadi sorotan setelah Hakim Konstitusi Saldi Isra melontarkan pernyataan tajam kepada Hasto Kristiyanto dalam sidang uji materi UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam sidang itu, Saldi mempertanyakan urgensi langkah hukum Hasto yang menggugat pasal perintangan penyidikan ke MK, padahal DPR selaku pembuat undang-undang justru sudah menunjukkan sikap sejalan dengan permohonannya.
Sentilan ini memunculkan perdebatan publik: apakah uji materi di MK masih relevan jika parlemen sendiri siap merevisi?
Baca Juga: KPK Telusuri Aliran Dana Bank BJB ke Keluarga Ridwan Kamil, Libatkan PPATK untuk Lacak Arus Uang
Gugatan Hasto Kristiyanto dan Dukungan DPR
Gugatan yang diajukan Hasto Kristiyanto fokus pada Pasal 21 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999.
Pasal ini mengatur soal perintangan penyidikan, dengan ancaman pidana minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun penjara.
Dalam permohonannya, Hasto meminta MK mengubah ketentuan itu menjadi lebih ringan: ancaman maksimal hanya 3 tahun penjara, tanpa adanya ketentuan minimal.
Selain itu, ia juga mempersoalkan tafsir frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan” agar tidak dianggap alternatif, melainkan harus terpenuhi seluruhnya.
Yang mengejutkan, DPR melalui Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta, justru mendukung langkah Hasto.
Baca Juga: KPK Pastikan Kasus Korupsi Kuota Haji Tidak Sentuh Pejabat Kanwil Kemenag
Ia menyatakan pasal tersebut memang bertentangan dengan UUD 1945 dan meminta MK untuk mengabulkan permohonan.
Sentilan Saldi Isra: Lebih Praktis Lobi Politik
Kondisi ini membuat Hakim MK Saldi Isra angkat suara. Ia menyebut situasi tersebut tidak lazim karena biasanya DPR selalu mempertahankan produk undang-undangnya.
“Sebetulnya kalau kuasa hukum pemohon cerdas, sudah saatnya ini datang ke DPR biar DPR saja yang mengubahnya, tidak perlu melalui Mahkamah Konstitusi. Biar komprehensif sekalian,” ujar Saldi dalam sidang perkara 136/PUU-XXIII/2025 di Gedung MK, Jakarta.