Kekhawatiran ini membuat publik menuntut agar pembahasan RUU dilakukan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel, bukan hanya disahkan demi memenuhi target politik.
Publik Menanti Langkah Nyata
Bagi banyak orang, terutama generasi muda, RUU Perampasan Aset bukan sekadar dokumen hukum.
Ia adalah simbol keseriusan negara dalam membangun budaya antikorupsi dan keadilan sosial.
Belasan tahun mandeknya regulasi ini menunjukkan betapa peliknya tarik-menarik kepentingan di parlemen dan pemerintah.
Kini, dengan gelombang demonstrasi dan tekanan publik, peluang untuk menghidupkan kembali pembahasan RUU ini terbuka lebar.
Masyarakat kini menunggu apakah Presiden Prabowo dan DPR akan benar-benar menepati komitmennya.
Jika berhasil disahkan dalam setahun, RUU Perampasan Aset bisa menjadi tonggak bersejarah dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Namun bila kembali gagal, kepercayaan publik terhadap institusi politik bisa makin tergerus. Di tengah krisis kepercayaan ini, publik menuntut aksi nyata, bukan sekadar janji.***