Terkait unggahan Ferry Irwandi di media sosial, Yusril menekankan pentingnya membedakan kritik konstruktif dengan pencemaran nama baik.
Jika kritik yang disampaikan bersifat membangun, maka hal itu merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi.
Ia bahkan menyarankan TNI untuk membuka komunikasi langsung dengan Ferry Irwandi.
Dialog, kata Yusril, bisa menjadi jalan keluar terbaik untuk menghindari eskalasi konflik antara masyarakat sipil dan institusi negara.
“Pidana adalah ultimum remedium. Artinya, langkah terakhir. Selama masih ada ruang dialog, lebih baik ditempuh terlebih dahulu,” tambahnya.
Baca Juga: Gerindra Bantah Isu Rahayu Saraswati Mundur dari DPR untuk Jadi Menteri, Sebut Hanya Gosip Politik
Kasus ini ramai dibicarakan di media sosial. Banyak netizen menilai bahwa langkah TNI sebaiknya lebih mengedepankan dialog ketimbang jalur hukum.
Kritik publik terhadap institusi negara, menurut mereka, merupakan bagian wajar dari sistem demokrasi, apalagi jika disampaikan tanpa ujaran kebencian atau fitnah.
Di sisi lain, sejumlah pengamat hukum melihat kasus ini sebagai momentum penting untuk menegaskan kembali batasan penggunaan UU ITE.
Selama ini, UU tersebut kerap menuai kritik karena dianggap mengekang kebebasan berekspresi. Putusan MK terbaru bisa menjadi pijakan baru agar implementasi UU ITE lebih adil dan tidak disalahgunakan oleh institusi.
Polemik antara TNI dan Ferry Irwandi memperlihatkan tantangan besar dalam menyeimbangkan dua hal penting: menjaga martabat institusi negara sekaligus melindungi kebebasan berekspresi warga negara.
Baca Juga: KPK Telusuri Aliran Uang Korupsi Kuota Haji, PBNU Ikut Terseret dalam Pemeriksaan
Penegasan Yusril dan putusan MK menjadi rambu penting bahwa pencemaran nama baik dalam UU ITE adalah delik aduan individual, bukan institusional.
Dengan demikian, jalur dialog dan keterbukaan menjadi solusi yang lebih sehat dibanding kriminalisasi.
Pada akhirnya, demokrasi yang kuat bukan hanya tentang menjaga wibawa negara, tetapi juga tentang menghormati suara rakyat. Kritik yang membangun justru bisa menjadi cermin bagi institusi untuk memperbaiki diri dan semakin dipercaya masyarakat.***