Selain itu, ada tunjangan komunikasi sebesar Rp 15,5 juta, tunjangan kehormatan Rp 5,5 juta, bantuan listrik Rp 7,7 juta, hingga fasilitas kredit mobil Rp 70 juta per periode.
Tunjangan perumahan menjadi sorotan karena nilainya mencapai Rp 50 juta per bulan.
Jika ditotal bersama tunjangan perjalanan dinas dan lain-lain, penghasilan anggota DPR benar-benar bisa menyentuh angka Rp 230 juta setiap bulannya.
Kritik Publik di Tengah Defisit Anggaran
Fitra menilai kebijakan menambah tunjangan perumahan DPR tidak peka terhadap kondisi negara. Pada RAPBN 2026, target pembiayaan utang diperkirakan Rp 781,9 triliun dengan defisit Rp 638,8 triliun.
“Seharusnya DPR menghentikan rencana penambahan tunjangan perumahan, karena pendapatan yang ada sudah sangat besar. Apalagi kinerja legislasi masih jauh dari target,” kata Bernard.
Baca Juga: Motif Kuat Pembunuhan Kacab BRI Karena Sakit Hati, Pembunuhan Dibagi Dalam Empat Klaster
Kritik juga muncul dari masyarakat yang membandingkan penghasilan jumbo anggota dewan dengan capaian legislasi mereka.
Hingga Agustus 2025, DPR baru merampungkan empat dari 47 rancangan undang-undang yang seharusnya dibahas.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, memberikan klarifikasi. Menurutnya, tunjangan perumahan diberikan karena rumah dinas di Kalibata tidak lagi ditempati anggota DPR.
Ia menegaskan nominal Rp 50 juta itu hasil perhitungan Kementerian Keuangan, bukan permintaan DPR.
“Banyak anggota DPR berasal dari daerah dan memang membutuhkan tempat tinggal selama bertugas di Jakarta,” ujar Dasco.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, menambahkan bahwa DPR hanya menerima sesuai aturan.
“Kami tidak menentukan besarannya. Semua sudah diatur berdasarkan regulasi,” katanya.