HUKAMANEWS - Pemberian remisi untuk mantan Ketua DPR RI Setya Novanto kembali menuai sorotan publik.
Di tengah semangat pemberantasan korupsi yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto, remisi Setnov dianggap kontras dengan pesan moral yang disampaikan pemerintah.
Namun, Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra menegaskan bahwa hak-hak hukum seorang terpidana tidak boleh diabaikan, termasuk hak atas remisi dan pembebasan bersyarat.
Menurut Soedeson, pemberian remisi bukanlah hadiah, melainkan bagian dari sistem hukum yang berlaku.
Baca Juga: Viral Aksi Paskibraka Padang Pariaman, Tetap Khidmat di Tengah Hujan Deras dan Bendera Melilit Tiang
“Kalau beliau sudah memenuhi syarat sebagai terpidana berkelakuan baik, remisi itu hak. Hukum itu normatif,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (19/8).
Politikus dari Komisi III ini juga menekankan pentingnya prinsip persamaan di hadapan hukum. Ia menilai, tidak boleh ada diskriminasi meskipun kasus yang menjerat terpidana adalah korupsi kelas kakap.
“Kita harus memegang prinsip equality before the law. Mau kasus pencurian, pembunuhan, atau korupsi, tetap namanya terpidana, dan tetap berhak mendapatkan remisi,” kata Soedeson.
Pernyataan itu muncul setelah publik ramai membicarakan pembebasan bersyarat Setnov. Sejumlah aktivis antikorupsi menilai langkah ini dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemberantasan korupsi.
Namun, dari sisi regulasi, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, memastikan bahwa status bebas bersyarat Setnov sudah sesuai aturan.
“Beliau telah menjalani dua pertiga masa hukuman dari 12,5 tahun. Karena itu, sesuai ketentuan, mendapat pembebasan bersyarat sejak 16 Agustus 2025,” jelas Kusnali.
Meski begitu, Setnov belum sepenuhnya bebas. Ia baru akan dinyatakan bebas murni pada 2029 dan sampai saat itu masih wajib lapor secara berkala.
Isu remisi bagi narapidana korupsi memang kerap menjadi perdebatan publik. Banyak pihak yang menilai kebijakan ini bertolak belakang dengan semangat reformasi hukum, khususnya di era ketika pemerintah terus menggaungkan sikap antikorupsi.