HUKAMANEWS - Jurist Tan, tersangka korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek, resmi kehilangan paspornya sejak 4 Agustus 2025.
Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menyatakan bahwa pencabutan paspor tersebut dilakukan setelah adanya permintaan resmi dari pihak Kejaksaan Agung.
Saat ini, Kejagung juga sedang menempuh langkah hukum lanjutan dengan mengajukan red notice kepada Interpol untuk memperluas jangkauan pencarian tersangka di luar negeri.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menjelaskan bahwa pencabutan paspor Jurist Tan sudah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.
Baca Juga: KPK Geledah Rumah dan Kantor Kemenag, Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun
“Sejak tanggal 4 Agustus telah dicabut sesuai permintaan Kejaksaan Agung RI,” ujar Agus di Jakarta, Rabu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menambahkan bahwa upaya ini diawali dengan pengajuan resmi dari tim penyidik di Gedung Bundar pada akhir Juli 2025.
“Tim penyidik di Gedung Bundar sudah memohon sejak akhir Juli untuk pencabutan paspor yang bersangkutan,” kata Anang.
Jurist Tan kini berstatus buronan Kejagung. Selain pencabutan paspor, langkah lain yang sedang ditempuh adalah penerbitan red notice ke Interpol, yang memungkinkan aparat di berbagai negara membantu proses pencarian dan penangkapan.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan korupsi di Kemendikbudristek pada program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
Baca Juga: Sipil dan Aparat Jadi Korban Rusuh Demo Pati, Pemakzulan Bupati Sudewo Bisa Dilakukan
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Jurist Tan yang menjabat Staf Khusus Mendikbudristek pada 2020–2024.
Tiga tersangka lainnya adalah Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek; Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar yang juga kuasa pengguna anggaran pada 2020–2021; dan Mulyatsyah, mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama yang memegang peran serupa pada periode yang sama.
Abdul Qohar, mantan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, mengungkapkan bahwa para tersangka diduga mengatur petunjuk pelaksanaan yang mengarah pada penggunaan produk tertentu, yakni Chrome OS, dalam pengadaan perangkat teknologi informasi.
“Pengaturan spesifikasi ini jelas menguntungkan pihak tertentu dan melanggar prinsip pengadaan barang dan jasa,” ungkap Qohar.