Menurutnya, penyempitan ruang berekspresi akan berakibat pada pudarnya esensi demokrasi itu sendiri.
Jika nanti statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, Samad mengaku siap melawan.
“Misal aparat hukum ini membabi buta menangani kasus pidana ini, maka saya akan melawannya sampai kapanpun juga,” ucapnya.
Bagi Samad, ini bukan lagi sekadar kasus pribadi.
“Ini nasib seluruh rakyat Indonesia yang mendamba kebebasan berpendapat dan berekspresi,” tambahnya.
Dari sepuluh orang yang dijadwalkan diperiksa terkait isu ini, hanya Abraham Samad yang hadir pada pekan ini, sementara sembilan lainnya meminta penundaan.
Publik di media sosial pun ramai membahas langkah Samad.
Sebagian memuji keberaniannya, sebagian lagi menilai langkah ini akan memicu debat panjang soal batasan kebebasan berbicara di ruang digital.
Isu ini diperkirakan akan terus menjadi sorotan, mengingat kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi telah menjadi bahan perbincangan publik selama beberapa tahun terakhir, meski pihak istana berulang kali membantah tudingan tersebut.
Kasus yang menimpa Abraham Samad menjadi cermin tarik-menarik antara kebebasan berekspresi dan penegakan hukum di era digital.
Bagaimana kelanjutannya, akan bergantung pada proses hukum dan tekanan opini publik yang terus mengawasi.***