Hingga kini, KPK terus menjalin kerja sama dengan otoritas hukum di Singapura untuk menuntaskan proses ekstradisi terhadap Tannos.
Langkah itu menjadi bagian dari strategi KPK dalam mengejar para pelaku kejahatan korupsi lintas negara yang kerap memanfaatkan celah hukum dan status kewarganegaraan.
“Ekstradisi masih berproses dan kami berkoordinasi dengan otoritas terkait di Singapura,” tambah Asep.
Publik pun menanti apakah Tannos akan berhasil dibawa pulang ke tanah air untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Tak sedikit warganet yang menyuarakan keresahan di media sosial, mempertanyakan kenapa proses pengejaran buronan bisa memakan waktu bertahun-tahun.
“Kalau rakyat biasa nyolong ayam, cepat ditangkap. Tapi koruptor miliaran, bisa keliling dunia,” tulis akun X @harisnetizen.
Sementara itu, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Dimas Satria, menilai penggunaan paspor negara lain oleh buronan semacam ini bukan strategi baru, tapi perlu ketegasan pemerintah untuk tidak lengah.
“Perlu diplomasi yang kuat dan komitmen politik dalam mengejar buronan korupsi. Jangan kalah dengan akal-akalan pelaku,” ujarnya.
Kasus Paulus Tannos menjadi salah satu potret bagaimana koruptor bisa memanfaatkan celah hukum internasional untuk menghindar dari jerat pidana.
Namun dengan tekanan publik yang terus meningkat dan langkah hukum yang diperkuat, harapan untuk mengembalikan keadilan masih terbuka lebar.
KPK kini berada di titik krusial: membuktikan bahwa tak ada tempat aman bagi pelaku korupsi, di mana pun mereka berada.