Zaid menjelaskan bahwa pelaporan ini bukan untuk membalas proses hukum yang dijalani Tom sebelumnya, tetapi sebagai bentuk pengawalan atas prinsip-prinsip peradilan yang adil.
Ia menegaskan bahwa tidak seharusnya seorang hakim membiarkan prasangka mendikte proses persidangan yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan integritas.
“Laporan ini merupakan kelanjutan dari keberatan kami sebelumnya terhadap sikap para hakim yang menurut kami tidak menunjukkan profesionalisme dalam mengadili,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia berharap Bawas MA dan Komisi Yudisial dapat merespons laporan ini dengan objektif dan memeriksa apakah benar terjadi pelanggaran etik sebagaimana yang dilaporkan.
Tom Lembong sendiri kini telah bebas dari jeratan hukum usai mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo.
Namun, kasus ini masih menyisakan perdebatan publik, terlebih mengenai apakah abolisi tersebut digunakan sebagai langkah menutup perkara atau justru bentuk koreksi terhadap proses peradilan yang dianggap bermasalah.
Langkah pelaporan ke lembaga pengawas yudisial ini seolah menjadi jawaban bahwa tim hukum Tom tidak ingin membiarkan potensi penyalahgunaan kewenangan di pengadilan berlalu tanpa pertanggungjawaban.
Perkara ini sekaligus membuka diskusi lebih luas mengenai pentingnya pengawasan terhadap perilaku hakim dalam menjalankan fungsinya.
Sikap kritis terhadap praktik peradilan bukan hanya bagian dari strategi hukum, tetapi juga menjadi bagian dari kontrol publik demi menjaga kepercayaan terhadap sistem hukum yang adil dan transparan.***