Tak hanya itu, Eliza juga menekankan pentingnya pengawasan ketat berbasis sistem digital.
Setiap kilogram beras subsidi harus bisa ditelusuri mulai dari gudang sampai ke tangan penerima manfaat.
Ia menyebut, pengawasan digital akan jadi kunci agar praktik pemalsuan seperti yang terjadi di Riau tidak lagi terulang.
Kasus pengoplosan ini terungkap lewat operasi tim Ditreskrimsus Polda Riau pada Kamis, 24 Juli 2025, yang dipimpin Kombes Ade Kuncoro.
Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menyebut penggerebekan ini bagian dari arahan langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam menindak kejahatan yang merugikan masyarakat kecil.
Baca Juga: Peringatan Kerusuhan 27 Juli, Jalan Reformasi Masih Panjang
Polisi menemukan dua modus yang dilakukan tersangka R.
Pertama, ia mencampur beras kualitas sedang dengan beras reject lalu mengemasnya ulang sebagai SPHP.
Kedua, ia membeli beras murah dari Pelalawan lalu dikemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik, guna menipu pembeli.
R diketahui membeli beras bagus seharga Rp11.000 per kg dan beras reject Rp6.000 per kg dari seorang pemasok berinisial S.
Saat penggerebekan, polisi menyita 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung beras bermerek premium berisi beras kualitas rendah, 18 karung kosong SPHP, serta alat bantu seperti timbangan digital, mesin jahit, dan benang.
Baca Juga: PAN Mau Satu Dapil Satu Kursi Dari Jawa Tengah di Pemilu 2029 Nanti
Tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ancaman hukumannya tidak main-main: pidana hingga lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa celah dalam sistem distribusi subsidi bisa dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab.