Akibat ulah para tersangka, negara diperkirakan merugi hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini tidak hanya menguak praktik kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, tapi juga menunjukkan bagaimana kebijakan teknologi pendidikan bisa disalahgunakan untuk kepentingan segelintir pihak.
Saat ini, penyidikan masih terus berlangsung dan Kejaksaan Agung menyatakan terbuka kemungkinan memanggil kembali sejumlah tokoh, termasuk Nadiem Makarim.
Dengan lebih dari 80 saksi dan tiga ahli yang telah diperiksa, publik menanti bagaimana kelanjutan kasus ini dan siapa lagi yang akan terseret dalam pusaran skandal digitalisasi pendidikan yang mencoreng dunia pendidikan nasional.***