Kemudian, pada 6 Mei 2020, ia kembali mengikuti rapat virtual yang dipimpin langsung oleh Nadiem Makarim.
Dalam rapat tersebut, Nadiem menginstruksikan agar pengadaan TIK untuk tahun 2020 hingga 2022 memakai produk dari Google.
Namun ironisnya, saat itu belum ada proses pengadaan formal.
Ibrahim sempat menolak menandatangani hasil kajian teknis pertama karena belum menyebutkan produk Google secara eksplisit.
Tak lama berselang, dibuatlah kajian kedua yang memasukkan nama sistem operasi Chrome.
Baca Juga: Kejagung Beberkan Peran Nadiem Makarim dalam Proyek Chromebook: Dari Perencanaan hingga Regulasi
Kajian ini akhirnya menjadi dasar penyusunan "buku putih" yang kemudian dijadikan acuan dalam pelaksanaan proyek pengadaan TIK.
Dari sinilah proyek dengan anggaran jumbo senilai Rp 9,3 triliun digulirkan.
Namun, kenyataannya, sebanyak 1,2 juta unit laptop yang dibeli tak bisa dimanfaatkan maksimal oleh siswa.
Alasannya sederhana namun krusial: laptop berbasis Chromebook hanya bisa digunakan dengan koneksi internet stabil, sedangkan di banyak daerah di Indonesia, terutama wilayah 3T, sinyal internet masih sangat terbatas.
Kini, Ibrahim Arief resmi ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga nama lainnya, yakni Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek, Mulyatsyah yang saat itu menjabat Direktur SMP di Ditjen PAUD Dikdasmen, serta satu pihak dari kalangan internal kementerian.
Kejaksaan menyatakan bahwa mereka telah memiliki cukup bukti untuk menjerat para tersangka atas dugaan persekongkolan dan pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop ini.
Penunjukan sistem operasi Chrome bahkan disebut sudah dirancang sejak sebelum Nadiem Makarim secara resmi menjabat sebagai menteri.
Tak hanya itu, para tersangka juga diketahui berperan aktif dalam mengarahkan tim teknis agar memilih vendor tertentu yang mendukung platform tersebut.