HUKAMANEWS - Isu “daur ulang perkara” kembali mencuat dalam persidangan yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Pihak kuasa hukum Hasto sempat menyebut bahwa kasus yang kini menjerat kliennya hanyalah pengulangan dari perkara yang sebelumnya telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun pernyataan itu justru dibantah langsung oleh ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 5 Juni 2025, Fatahillah menegaskan bahwa proses hukum terhadap Hasto merupakan bagian dari pengembangan perkara yang sah secara hukum.
Kehadiran Fatahillah sebagai ahli dihadirkan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sidang dugaan suap dan perintangan penyidikan yang tengah berjalan.
Dalam sesi tanya jawab dengan Jaksa KPK Budhi Sarumpaet, Fatahillah menjelaskan bahwa pengembangan perkara pidana dengan pelaku baru tetap bisa dilakukan, walaupun sebelumnya kasus tersebut telah memiliki putusan inkracht.
Ia menyebut, setiap proses penyidikan dalam hukum pidana bersifat independen dan bisa berdiri sendiri, terlebih jika ditemukan fakta baru yang relevan.
Menurut Fatahillah, fakta hukum dari sidang sebelumnya memang bisa menjadi referensi, namun hakim dalam perkara baru tetap memiliki ruang untuk menilai alat bukti dan keterangan saksi secara terpisah.
Hal ini, lanjutnya, termasuk juga dalam konteks perkara yang dipisahkan (split), meskipun berawal dari satu peristiwa hukum yang sama.
“Putusan yang sudah inkracht memang jadi fakta hukum, tapi dalam proses persidangan lain, bukti tetap harus diperiksa ulang,” ujar Fatahillah di hadapan majelis hakim.
Jaksa kemudian mengulik lebih dalam dengan menyinggung narasi “daur ulang” yang terus digaungkan oleh kubu Hasto.
Pihak Hasto menyebut bahwa proses hukum ini sekadar mengulang kasus terdahulu yang telah menjerat Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio Fridelina.
Namun Fatahillah kembali menegaskan bahwa meski perbuatan pidananya sama, pemeriksaan terhadap pelaku lain yang belum pernah diproses tetap dibenarkan secara hukum.