Di sisi lain, Polda Metro Jaya juga memberikan imbauan serius untuk masyarakat agar tidak menyebarluaskan ulang konten yang berasal dari grup tersebut.
Langkah ini bertujuan untuk mencegah konten berbau pornografi anak makin tersebar luas.
Selain bisa melanggar hukum, penyebaran ulang juga bisa berdampak negatif pada korban, khususnya anak-anak yang rentan secara psikologis.
Masyarakat diingatkan untuk melaporkan konten mencurigakan, alih-alih menyebarkannya kembali.
Baca Juga: Sekali Gandeng Bruno Mars, Rose Raup 156 Miliar Rupiah dari Lagi APT
Urgensi Literasi Digital dan Keamanan Ruang Maya
Kasus ini menyadarkan kita bahwa pengawasan terhadap konten di internet sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.
Di era digital seperti sekarang, siapa pun bisa membuat atau mengakses konten secara bebas.
Namun kebebasan itu harus tetap dibatasi oleh etika dan hukum, terutama ketika menyangkut perlindungan terhadap anak.
Pemerintah, lembaga swadaya, dan masyarakat perlu bersinergi dalam memperkuat literasi digital, terutama bagi anak-anak dan orang tua.
Langkah penghapusan grup ini oleh Meta patut diapresiasi, namun bukan berarti masalahnya selesai sampai di situ.
Kita butuh sistem yang lebih kuat untuk mencegah konten serupa muncul kembali.
Kasus grup Fantasi Sedarah bukan cuma soal penyimpangan individu, tapi soal bagaimana negara merespons ancaman terhadap keselamatan anak-anak di ruang digital.
Diharapkan pihak kepolisian bisa segera mengungkap dalang di balik grup ini dan membawa mereka ke jalur hukum.