HUKAMANEWS - Langkah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang mengerahkan personel TNI untuk memperkuat pengamanan di seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia kembali memicu perdebatan publik.
Kebijakan tersebut menuai sorotan tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Gabungan berbagai lembaga swadaya masyarakat ini menilai langkah tersebut melampaui batas kewenangan militer dalam konteks negara demokratis.
Menurut mereka, keterlibatan TNI dalam pengamanan institusi sipil seperti Kejaksaan menyalahi konstitusi dan sejumlah undang-undang yang mengatur batas peran militer dalam kehidupan sipil.
Hal ini pun menjadi sinyal peringatan tentang potensi kembalinya pola intervensi militer dalam ranah hukum sipil yang semestinya independen.
Dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Minggu (11/5/2025), Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan bahwa telegram Panglima TNI tersebut bertentangan dengan berbagai regulasi penting, termasuk Undang-Undang Dasar, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, hingga UU TNI.
Mereka menyebut pengerahan ini sebagai bentuk penyimpangan dari tugas pokok TNI, yang seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan penegakan hukum.
Koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, HRWG, Walhi, hingga SETARA Institute ini juga menyoroti belum adanya regulasi teknis mengenai perbantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Menurut mereka, ketidakhadiran regulasi ini memperlihatkan bahwa keterlibatan TNI di sektor penegakan hukum belum memiliki dasar hukum yang kokoh dan sah.
Baca Juga: Rocky Gerung Kutip Al-Qur'an, UAS Malah Bercanda: Presiden Akal Sehat Ketemu Ustaz Akal Sehat!
Lebih lanjut, Koalisi mempertanyakan legalitas kerangka kerja sama antara TNI dan Kejaksaan yang disebut menjadi dasar pelaksanaan tugas tersebut.
Mereka menyebutkan bahwa Memorandum of Understanding (MoU) yang menjadi landasan kerja sama itu tidak bisa dijadikan justifikasi hukum atas pengerahan prajurit untuk mendampingi institusi sipil seperti Kejaksaan.
Mereka menilai MoU tersebut justru bertentangan dengan spirit reformasi sektor keamanan dan semangat supremasi hukum yang harus dijunjung tinggi oleh lembaga negara.
Kritik ini muncul menyusul dikeluarkannya Telegram Panglima TNI Nomor TR/442/2025 tertanggal 5 Mei 2025 yang berisi perintah untuk mengerahkan personel dan perlengkapan dalam rangka mendukung pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.