Terlebih, ketika ekspresi digital yang bersifat satiris kerap dianggap sebagai ancaman oleh aparat penegak hukum.
Perjuangan KM ITB untuk membebaskan SSS kini menjadi simbol perlawanan terhadap pembungkaman suara mahasiswa yang selama ini dikenal sebagai agen perubahan.
Langkah mereka memperjuangkan kebebasan sipil patut mendapat perhatian lebih, tidak hanya dari kalangan kampus, tetapi juga masyarakat luas yang mendambakan demokrasi yang sehat.
Apakah kebebasan berekspresi di era digital akan terus tergerus oleh pasal-pasal karet, atau justru menjadi titik balik untuk memperkuat ruang publik yang terbuka?
Pertanyaan itu kini menggantung di tengah dinamika demokrasi Indonesia yang semakin kompleks.
Ingin bahas lebih dalam sisi hukum UU ITE dalam konteks meme digital ini?***