Banyak yang menganggap perubahan ini sebagai bentuk pelemahan KPK secara sistematis.
Sebagian pihak bahkan menyebut UU ini bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah.
Terlebih lagi, publik menilai hal ini tidak sejalan dengan janji pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen menutup kebocoran anggaran negara.
Menanggapi polemik tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir buka suara.
Dalam keterangannya di Jakarta pada 6 Mei 2025, Erick menegaskan bahwa perubahan status hukum tersebut bukan berarti memberikan kekebalan hukum bagi pejabat BUMN.
Ia menyatakan bahwa siapapun yang terlibat dalam praktik korupsi tetap akan diproses secara hukum, tanpa memandang status penyelenggara negara.
“Korupsi ya tetap korupsi. Nggak ada hubungannya dengan status. Kalau terbukti ya tetap diproses,” ujar Erick.
Erick juga memastikan bahwa Kementerian BUMN sedang berkoordinasi dengan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menyinkronkan aturan baru dalam UU BUMN dengan sistem penegakan hukum yang berlaku.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN tetap berjalan efektif.
Tak hanya itu, Erick juga mengusulkan pembentukan posisi deputi khusus yang fokus pada pengawasan dan investigasi korporasi di lingkungan BUMN.
Baca Juga: Bill Gates Kirim Surat Ingin Bertemu Prabowo, Bahas Program MBG
Posisi ini nantinya akan melibatkan lembaga penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung agar pengawasan internal semakin kuat dan sistematis.
Tujuan utamanya jelas: memastikan bahwa tidak ada celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan praktik korupsi di sektor vital negara ini.
Meski demikian, perdebatan di ruang publik belum mereda.