nasional

Wajah Jurnalis Indonesia 2025, AJI Indonesia Sebut Masih Berkutat Pada Persoalan Upah Minim Resiko Besar

Kamis, 1 Mei 2025 | 20:29 WIB
Jurnalis dan masyarakat gelar aksi Kamisan di depan Mapolda Jawa Tengah sikapi kekerasan terhadap jurnalis, Kamis (17/4)/dok (Elizabeth Widowati )

HUKAMANEWS – Selaras dengan peringatan Hari Buruh Sedunia, wajah jurnalis Indonesia, tak juga menunjukkan perubahan. Hasil survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia yang bertajuk “Wajah Jurnalis Indonesia 2025” menunjukkan masalah klasik yaitu upah masih menjadi persoalan bagi jurnalis.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida mengatakan survei tersebut melibatkan 2002 responden yang tersebar di seantero Tanah Air. 

"Responden survei menyampaikan upah yang mereka terima, masih banyak berada di bawah standar kelayakan, jelas Nany Afrida, dalam keterangannya.

Baca Juga: Sutiyoso Gak Nyaman Lihat Kelakuan Hercules dan Anak Buahnya, Lebih Tentara Daripada Tentara untuk Nakut-nakutin

Nany Afrida menyebut upah rendah hingga status pekerjaan yang tak jelas, masih terus menghantui para pekerja media atau jurnalis.

"Kondisi buruh atau pekerja media dihadapkan pada situasi memprihatinkan. Tuntutan kerja dan risiko tinggi, tidak selaras akan hasil (upah) yang didapat,” kata Nany menambahkan

Nany juga membicarakan perihal pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih memburu para pekerja media. Kondisi ini pun berkaitan dengan pengaruh disrupsi digital yang membuat perusahaan media kehilangan pemasukan iklan, hingga akhirnya beralih ke media sosial.

Baca Juga: Lagi Serius Hapuskan Upah Murah di Jawa Tengah, Malah Datang Provokasi Saat Hari Buruh Sedunia di Jawa Tengah

“Kemudahan teknologi digital seolah menggeser tenaga jurnalis untuk memproduksi informasi,” ucap Nany.

Pemasukan iklan yang berkurang itu membuat perusahaan media berpotensi sewenang-wenang dalam mengurus tenaga kerja mereka. Banyak kondisi yang Nany temukan, media menekan pekerja lewat kontrak yang merugikan, serupa menerapkan sistem kerja waktu tertentu bertahun-tahun lamanya. Walhasil jurnalis tidak mendapat hak-hak sebagai pekerja, tetapi sebagai mita yang harus mencari pendapatan sendiri.

Di lain sisi, Nany menilai masih banyak pekerja media yang minim kesadaran berserikat akibat hegemoni perusahaan yang menganggap jurnalis bukan berstatus sebagai pekerja. Padahal dalam praktiknya, jurnalis itu adalah buruh yang melakukan pekerjaan kemudian mendapat imbalan berupa upah.

Baca Juga: Lagi Serius Hapuskan Upah Murah di Jawa Tengah, Malah Datang Provokasi Saat Hari Buruh Sedunia di Jawa Tengah

Dengan kondisi  demikian, AJI Indonesia dalam peringatan Hari Buruh Sedunia mengeluarkan sejumlah tuntutan kepada pemerintah.

 

Halaman:

Tags

Terkini