HUKAMANEWS - Isu soal keaslian ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo kembali mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan publik.
Meski Jokowi telah resmi menuntaskan masa baktinya sebagai presiden, manuver politik terkait dirinya ternyata belum usai.
Isu ini ramai dibicarakan dalam diskusi publik bertajuk “Langkah Hukum Jokowi, Pelajaran Berdemokrasi” yang digelar oleh Gerakan #IndonesiaCerah di kawasan Semanggi, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.
Diskusi tersebut menyoroti potensi dampak dari isu yang dianggap sebagai bentuk serangan karakter terhadap Jokowi, sekaligus sebagai alat tekanan terhadap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sejumlah pengamat menyebut, isu ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan bagian dari strategi politik yang punya arah lebih besar.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik dari Welbeing Technology, Asep Kususanto, isu ijazah palsu ini punya target psikologis dan politis yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Asep menilai bahwa isu tersebut disebarkan untuk mengganggu stabilitas dan kohesi dalam tubuh pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru saja dilantik.
Baca Juga: Hakim Sidang Hasto Kristiyanto Dalami Sumber Dana PDIP, Saksi Sebut 'Perintah Ideologi'
Ia menjelaskan bahwa relasi antara Jokowi dan Prabowo selama ini cukup harmonis, bahkan mencapai puncaknya ketika Prabowo diangkat sebagai Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi.
Relasi itulah yang kemudian berlanjut dalam bentuk dukungan terbuka Jokowi terhadap pencalonan Prabowo di Pilpres 2024.
Dengan begitu, menurut Asep, menyerang Jokowi di masa pensiunnya bisa menjadi “jalan pintas” untuk menggoyang kepercayaan publik terhadap kekuatan dan visi pemerintahan baru.
“Kalau diperhatikan, Jokowi ini seolah terus dijadikan sasaran, padahal sudah bukan presiden aktif. Tapi dampaknya sangat terasa, karena beliau tetap dianggap sebagai sosok pemersatu, termasuk oleh Prabowo sendiri,” ujar Asep.
Baca Juga: Pendiri Happy Cat Sanctuary, Chris Arsenault, Tewas Saat Selamatkan Ratusan Kucing dari Kebakaran
Lebih jauh, Asep mengingatkan bahwa apabila isu semacam ini terus dipelihara, maka potensi instabilitas politik akan sulit dihindari.