“Skema buka-tutup ini harus diterapkan secara efektif dan disosialisasikan sejak dini kepada masyarakat,” tegas Dwikorita.
Ia juga mengingatkan pentingnya memastikan mekanisme buka-tutup berfungsi optimal tanpa hambatan teknis yang dapat memperlambat evakuasi.
“Mohon Kementerian PUPR memastikan gate buka-tutup ini tidak mengalami kemacetan teknis. Jika macet, kendaraan bisa terjebak saat proses evakuasi,” jelasnya.
Lonjakan Pemudik dan Risiko di Kulonprogo
Lebaran 2025 diperkirakan menjadi salah satu periode arus mudik terbesar dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga: Zakat Fitrah, Uang atau Beras? Jangan Sampai Salah Pilih!
Data Kementerian Perhubungan menyebutkan bahwa jumlah pemudik tahun ini mencapai 146,48 juta orang atau 52 persen dari total populasi Indonesia.
Puncak arus mudik diprediksi terjadi pada 28 Maret 2025, sedangkan arus balik diperkirakan memuncak pada 6 April 2025.
Dengan pergerakan pemudik yang masif, risiko bencana di kawasan rawan seperti Kulonprogo harus diantisipasi dengan langkah-langkah mitigasi yang matang.
Kulonprogo dan Sejarah Tsunami di Selatan Jawa
Kepala Stasiun Geofisika Sleman, Ardhianto Septiadhi, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus memahami mitigasi tsunami dengan baik.
Baca Juga: Ridwan Kamil dan Golkar, Tetap Solid di Tengah Badai Dugaan Korupsi Bank BJB?
“Kita tidak perlu panik atau takut, tapi harus memiliki kesiapsiagaan yang kuat dalam menghadapi kemungkinan tsunami,” ujarnya.
DIY berada dalam zona subduksi sepanjang 150-200 km, tempat pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang berpotensi memicu gempa bumi besar.
Wilayah selatan Kulonprogo masuk dalam zona merah tsunami karena posisinya yang berdekatan dengan Samudra Hindia dan aktivitas seismik aktif di zona megathrust.