Dengan kolaborasi lintas agama, Muhammadiyah berhasil membentuk kader peduli lingkungan, memperkuat advokasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian ekosistem Meratus.
"Kolaborasi lintas agama dan partisipasi aktif generasi muda adalah kunci utama dalam menghadapi krisis lingkungan," ujar Al Bawi.
Gerakan ini diharapkan bisa menginspirasi daerah lain untuk menerapkan strategi serupa dalam pelestarian lingkungan.
Baca Juga: Masuknya Septian Bagaskara Dongkrak Nilai Pasar Timnas Indonesia
Lembaga Keagamaan sebagai Motor Perubahan
Lembaga keagamaan memiliki peran strategis dalam menciptakan kesadaran dan aksi nyata bagi lingkungan.
Ara Kusuma dari Ashoka menegaskan bahwa komunitas berbasis agama bisa berkontribusi melalui edukasi, aksi nyata, dan advokasi kebijakan.
"Mari mulai dari langkah kecil, seperti menanam pohon, mengelola sampah dengan benar, dan mengajak orang lain untuk sadar akan pentingnya lingkungan. Perubahan besar dimulai dari aksi sederhana," ajaknya.
Keberagaman: Kekuatan dalam Melindungi Bumi
Keberagaman agama dan budaya di Indonesia menjadi aset penting dalam upaya mitigasi krisis lingkungan.
Aldi Destian Satya dari Komunitas Pemuda Agama Konghucu menyoroti bagaimana nilai-nilai budaya lokal telah lama mengajarkan kelestarian alam, seperti sistem pertanian berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana.
"Pemuda memiliki energi dan kreativitas untuk membawa perubahan. Jika kita bersatu, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang," kata Aldi.
Menuju Masa Depan Berkelanjutan dengan Aksi Nyata
FGD ini merupakan rangkaian diskusi ke-5 setelah Jakarta, Sawahlunto, Riau, dan Ambon.