Beberapa warga menyatakan bahwa mereka harus mengantre sejak dini hari untuk mendapatkan satu tabung LPG 3 kg.
"Dulu saya bisa beli di warung dekat rumah, sekarang harus antre di pangkalan. Itu pun belum tentu dapat," keluh seorang warga di Jakarta Timur.
Larangan penjualan di tingkat pengecer sejatinya bertujuan untuk memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran.
Pemerintah ingin agar gas melon ini hanya digunakan oleh masyarakat miskin yang memang berhak mendapat subsidi.
Baca Juga: DeepSeek Disebut Cuma 'Copy-Paste' ChatGPT, Benarkah?
Namun, di sisi lain, kebijakan ini justru menimbulkan masalah baru di lapangan.
Banyak warga yang tidak memiliki akses langsung ke pangkalan resmi harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkan gas, yang akhirnya membebani mereka secara ekonomi dan waktu.
Ekonom dan pengamat kebijakan publik menilai bahwa kebijakan ini perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan gejolak sosial yang lebih besar.
Transparansi dalam pendistribusian gas subsidi menjadi kunci agar bantuan yang diberikan benar-benar sampai kepada mereka yang berhak.
Di tengah situasi ini, publik masih menunggu bagaimana langkah pemerintah selanjutnya.
Baca Juga: Pengecer Gas Elpiji 3 Kg Wajib Jadi Pangkalan Resmi, Siap-Siap Keluar Biaya Lebih!
Apakah kebijakan ini akan tetap diterapkan tanpa revisi, atau akan ada solusi yang lebih mengakomodasi kebutuhan masyarakat?
Yang jelas, jika kelangkaan ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan bahwa isu ini akan menjadi bola panas yang bisa mengguncang stabilitas politik pemerintahan Prabowo di awal masa jabatannya.***