Aksi ini menunjukkan bahwa mahasiswa tetap menjadi motor penggerak kritik terhadap kebijakan pemerintah. Kenaikan PPN menjadi isu sensitif yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Bagi pemerintah, aksi ini seharusnya menjadi alarm untuk mengevaluasi kebijakan dan memastikan komunikasi yang lebih baik dengan rakyat.
Di sisi lain, mahasiswa sebagai agen perubahan harus memastikan bahwa perjuangan mereka dilakukan dengan damai dan bertanggung jawab.
Kericuhan di Patung Kuda telah berlalu, tetapi gema suara mahasiswa masih terasa. Dalam kebisingan kota, suara-suara ini menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan ruang untuk didengar.
Kenaikan PPN 12 persen menjadi isu panas yang memicu aksi ini. Apakah pemerintah akan mendengar?
Atau suara mahasiswa hanya akan tenggelam di tengah hiruk pikuk kebijakan? Waktu yang akan menjawab.***