“Khusus yang perkara masa tahanan mau habis harus disidangkan,” jelas Djuyamto. Hal ini dilakukan agar terdakwa tidak lepas begitu saja karena hukum, alias bebas demi hukum.
Jadi, meskipun banyak hakim yang absen, persidangan tetap harus berjalan untuk kasus-kasus tertentu yang benar-benar kritis.
Sidang ini bertujuan memastikan tidak ada terdakwa yang bebas hanya karena keterbatasan waktu masa tahanan.
Proses hukum harus tetap ditegakkan, meskipun di tengah ketidakpuasan yang dirasakan para penegak hukum itu sendiri.
Rencananya, aksi cuti bersama ini akan berlangsung selama 5 hari—dari 7 Oktober hingga 11 Oktober 2024. Ini jelas bukan aksi yang biasa-biasa saja.
Bayangkan, selama lima hari, banyak hakim yang berhenti menjalankan tugas mereka di seluruh penjuru negeri.
Kalau biasanya kita melihat demo buruh atau pegawai negeri yang menuntut kenaikan gaji, kali ini hakim yang angkat suara.
Ya, hakim yang seharusnya netral dan fokus pada penegakan hukum, kini merasa perlu melakukan aksi semacam ini demi memperjuangkan kesejahteraan mereka.
Baca Juga: Oppo Find X8 Pro 5G Siap Guncang Pasar, Kamera 255MP dan Baterai 6000mAh, Ini Spek Lengkapnya!
Aksi ini juga menyoroti permasalahan struktural dalam pemerintahan, di mana tunjangan dan gaji para hakim seakan dilupakan begitu saja selama lebih dari satu dekade.
Hakim-hakim ini bukan hanya menuntut kenaikan gaji, tapi juga perhatian dari pemerintah terhadap kesejahteraan mereka.
Mereka adalah ujung tombak keadilan di negeri ini, dan tentu saja, mereka punya hak untuk mendapatkan kompensasi yang layak.
Hakim yang biasanya kita kenal sebagai sosok berwibawa dan tidak banyak bicara, kali ini bersuara lantang melalui aksi cuti bersama.