"Ini lah yang harus kita selesaikan. Yang menjadi pimpinan harus menyelesaikan ketika itu sudah kelewatan, bila perlu pelaku bullying dikeluarkan," katanya dengan tegas.
Namun, Prof. Nila juga mengingatkan agar tidak semua individu di lingkungan PPDS digeneralisasi sebagai pelaku perundungan.
“Tapi jangan juga digeneralisir semua menjadi pelaku bullying, karena banyak juga dokter-dokter kita yang baik,” tambahnya.
Terkait dengan kasus kematian dr ARL, seorang PPDS di Universitas Diponegoro (Undip) yang diduga akibat perundungan, Prof. Nila menyampaikan rasa duka citanya.
Ia menyesalkan peristiwa tragis tersebut terjadi dan berharap ada penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui kebenaran di balik kejadian tersebut.
“Mungkin benar ada bullying karena pihak Undip juga sudah mengaku. Tetapi apakah betul benar berkaitan dengan bunuh diri karena bullying, atau karena stres, atau karena ada dirinya merasa sakit yang tidak tertahankan itu yang perlu ditelusuri lebih lanjut,” papar Prof. Nila.
Baca Juga: Rugikan Negara hingga Rp 371 miliar, 3 Mantan Petinggi Indofarma Terjerat Kasus Dugaan Korupsi!
Fenomena perundungan di dunia kedokteran bukanlah hal baru, namun menjadi sorotan serius karena dampaknya bisa sangat besar, baik bagi individu yang menjadi korban maupun bagi dunia medis secara umum.
Tekanan dalam profesi ini bukan hanya berasal dari beban pekerjaan, tetapi juga dari lingkungan pendidikan dan sosial di sekitarnya.
Para mahasiswa kedokteran, khususnya yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis, sering kali harus menghadapi tekanan luar biasa.
Mereka dituntut untuk cepat belajar, mampu mengambil keputusan dalam situasi darurat, dan memiliki fisik serta mental yang kuat.
Baca Juga: Apakah Bekicot Halal untuk Dikonsumsi? Ini Penjelasan Lengkap Fatwa MUI
Namun, tekanan ini tidak boleh menjadi alasan untuk terjadinya perundungan atau tindakan yang merendahkan martabat individu.
Kasus seperti yang dialami oleh dr ARL menunjukkan pentingnya dukungan psikologis bagi mahasiswa kedokteran.